Lingkungan dan Sosial Budaya Anak di Era Teknologi dan Multikultural dalam Konteks Sosial Anak Usia Dini
A.
Lingkungan
dan Sosial Budaya Anak di Era Teknologi
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap
pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosio-psikologis, yang termasuk di dalamnya adalah proses belajar. Seperti yang dijelaskan di awal bahwa lingkungan sosial
budaya adalah hubungan timbal balik atau suatu interaksi yang terjadi antara
masyarakat dengan lingkungannya, di mana keduanya adalah saling memberikan
pengaruh untuk satu sama lain.
Dalam hal ini lingkungan sosial dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.
Lingkungan Sosial Primer
Lingkungan sosial primer adalah lingkungan di mana kumpulan-kumpulan masyarakat yang ada di dalam lingkungan tersebut
memiliki hubungan yang erat dan saling mengenal baik. Contohnya, masyarakat-masyarakat di pedesaan atau di daerah
pinggir perkotaan kebanyakan adalah
termasuk dari lingkungan sosial primer. Karena, di tempat
tinggal mereka sifat kebersamaan, gotong
royong, kekeluargaan, menjaga silaturahmi masih sangat kental di dalamnya.
Dalam masyarakat tersebut masih menjunjung tinggi adanya nilai-nilai sosial
seperti kekeluargaan, kesopanan dan lain-lain. Sehingga
antara warga satu dengan yang lainnya cenderung saling mengenal baik satu sama lain, keep contact, dan lebih bersifat sosialis (tidak
individualis).
2.
Lingkungan Sosial Sekunder
Lingkungan sosial sekunder adalah kebalikan dari lingkungan sosial
primer, lingkungan sosial sekunder adalah lingkugan sosial di mana masyarakat yang ada di dalamnya cenderung individualis, cuek, bersikap
acuh tak acuh kepada sesamanya. Contohnya, masyarakat di komplek-komplek perkotaan, mereka cenderung tidak
mengenal satu sama lainnya di lingkungan tempat tinggal mereka, tidak peduli
akan sesamanya. Nilai-nilai sosial dalam
lingkungan sosial sekunder sangat sedikit sekali yang mengamalkan.
Sebagai makhluk sosial, manusia tentu tidak akan lepas dari manusia
lainnya. Sehingga, hal tersebut mengharuskan manusia agar berusaha sebaik
mungkin dalam berinteraksi dengan sesamanya, dan menjalin hubungan yang baik
dengan manusia lain maupun lingkungan sekitarnya. Lingkungan sosial memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan
kepribadian seseorang. Lingkungan yang baik tentu akan membawa pengaruh baik
terhadap seseorang tersebut, dan sebaliknya lingkungan yang buruk akan membawa
pengaruh yang buruk pula terhadap seseorang tersebut, terlebih jika seseorang
itu tidak memiliki pondasi yang kuat dalam membawa dirinya.
Pada pembahasan sebelumnya sudah dibahas mengenai dampak dari teknologi
terhadap sosial anak. tentu saja ini juga berpengaruh terhadap budaya sang
anak. Berikut penjelasannya:
1.
Dampak positif dari penggunaan media
informasi dan teknologi ini adalah antara lain untuk memudahkan seorang anak
dalam mengasah kreativitas dan kecerdasan anak. Adanya beragam aplikasi digital
seperti mewarnai, belajar membaca, dan menulis huruf tentunya memberikan dampak
positif bagi perkembangan otak anak. Mereka tidak memerlukan waktu dan tenaga
yang lebih untuk belajar membaca dan menulis di buku atau kertas, cukup
menggunakan tablet sebagai sarana belajar yang tergolong lebih menyenangkan.
Anak-anak menjadi lebih bersemangat untuk belajar karena aplikasi semacam ini
biasanya dilengkapi dengan animasi yang menarik, warna yang cerah, serta
lagu-lagu yang ceria. Selain itu, kemampuan berimajinasi anak juga semakin
terasah karena permainan yang mereka gunakan bervariasi dan memiliki jalan
cerita yang beragam. Anak juga mengenal berbagai macam budaya di Indonesia
ataupun di luar negri sehingga menambah wawasan sang anak.
2.
Dampak negatif yang cukup besar bagi
perkembangan anak. Dengan adanya kemudahan dalam mengakses berbagai media
informasi dan teknologi, menyebabkan anak-anak menjadi malas bergerak dan
beraktivitas. Mereka lebih memilih duduk diam di depan gadget dan menikmati
dunia yang ada di dalam gadget tersebut.
Hal ini tentunya berdampak buruk bagi kesehatan dan perkembangan tubuh anak,
terutama otak dan psikologis anak. Selain itu, terlalu lama menghabiskan waktu
di depan gadgetjuga dapat membawa pengaruh buruk bagi kemampuan sosialisasi
anak. Mereka menjadi tidak tertarik bermain bersama teman sebayanya karena
lebih tertarik bermain dengan permainan digitalnya. Selain itu, anak-anak juga
dapat menjadi lebih sulit berkonsentrasi dalam dunia nyata. Hal ini dikarenakan
anak-anak tersebut sudah terbiasa hidup dalam dunia digital. Pada segi budaya,
tentu saja hal ini dapat memberi pandangan yang buruk. Misalnya oknum-oknum
yang tidak bertanggung jawab menyebarkan isu-isu tidak benar mengenai suatu
budaya atau kaum dan disebarkan melalui sosial-media. Contoh lain misalnya gaya
berpakain orang timur dengan orang barat tentu berbeda.
B.
Multikultural
dalam Konteks Sosial Anak Usia Dini
Pentingnya pemberian layanan
pendidikan bagi anak usia dini telah memperoleh perhatian dari pemerintah,
sebagaimana dirumuskan di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa:
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Beberapa masalah yang berkaitan
dengan pentingnya pendidikan multikultural diterapkan pada pendidikan nonformal
dan pentingnya revitalisasi nasionalisme melalui pendidikan anak usia dini,
yaitu:
1.
Masalah krisis multidimensi yang
dihadapi Indonesia setelah runtuhnya orde baru berakibat terjadinya
disintegrasi sosial, kemiskinan, kesengsaraan sosial, pelanggaran hukum,
ketidakadilan, korupsi, kebangkrutan rohani sehingga perbedaan kultural,
pluralisme budaya tidak mendapat tempat yang semestinyadan pada akhirnya
semangat nasionalisme mengalami kelunturan. Dalam kondisi yang demikian peran
pendidikan sangat menentukan dalam merevitalisasi watak calon pemimpin yang
mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.
2.
Pada masa lalu pluralisme kultur,
perbedaan budaya, dan perbedaan ras, suku, jenis kelamin, latar belakang sosial
ekonomi kurang mendapat perhatian, bahkan perbedaan yang ada terkadang dianggap
suatu upaya menentang pusat kekuasaan. Kondisi semacam itu pada era demokrasi
sekarang ini perlu direvitalisasi sehingga integrasi nasional tetap berdiri
tegak di bumi Indonesia. Untuk itu satuan pendidikan mempunyai tugas untuk
mengembangkannya melalui pendidikan multikultural.
3.
Masalah disintegrasi wilayah,
civil society, dan dwifungsi ABRI merupakan sesuatu yang perlu terus dipecahkan
agar integrasi nasional tetap terjaga, peran masyarakat sipil semakin
diperhitungkan, dan ABRI lebih terfokus pada pengamanan negara.
4.
Masalah hak asasi manusia
merupakan masalah yang sangat krusial bagi bangsa Indonesia, karena pada masa lalu
hak asasi manusia kurang diperhatikan, bahkan sangat terabaikan sehingga pada
masa itu banyak terjadi pelanggaran hukum dan HAM.
Berdasarkan permasalahan yang
diidentifikasi selanjutnya ditawarkan alternatif atau solusi pemecahan masalah
yang ada yaitu sebagai berikut:
1.
Perlu dilakukan revitalisasi nasionalisme yang
mengarah kepada integrasi nasional, nasionalisme yang menghargai perbedaan
kultural. Upaya yang dilakukan dapat dilakukan melalui pendidikan keluarga, dan
pendidikan dalam masyarakat yang dilakukan melalui teladan dan pembiasaan.
Dengan demikian peran pendidik sangat menentukan. Pendidikan anak usia dini
dipandang sangat penting menanamkan nasionalisme sejak usia dini sehingga nilai
nasionalisme yang ditanamkan sejak dini akan terpatri secara relatif konstan
dan akan terbawa sampai dewasa. Penanaman nilai tersebut dapat dilakukan
melalui nyanyian, bermain peran, teladan, dongeng, dan semacamnya yang dapat
menggugah anak.
2.
Terkait dengan solusi pertama di
atas, maka kurikulum pada jalur pendidikan anak usia dini perlu dikemas dengan pemberian
muatan untuk menanamkan jiwa nasionalisme dalam arti yang sebenarnya seperti
yang dicita-citakan pendiri Negara (Sukarno), yaitu nasionalisme yang mengakui
adanya perbedaan kultural, ras, suku, dan lainnya.
3.
Pembelajaran multikultural perlu dikembangan
pada pendidikan anak usia dini sebab melalui pembelajaran multikultural dapat ditanamkan
jiwa nasionalisme, menghargai perbedaan, menghormati perbedaan, berpikiran
global dalam konteks masyarakat Indonesia. Dalam upaya mengakui perbedaan
budaya dan pluralisme budaya perlu dilakukan kegiatan nyata, termasuk
pelestarian budaya lokal kedaerahan, seperti penggunaan dan pengajaran bahasa,
wayang kulit, ketoprak, ludruk dan sebagainya. Melalui pelestarian budaya lokal
semacam itu akan dapat diwujudkan integrasi nasional dan nasionalisme yang
mengakui perbedaan budaya lokal. Konsep integrasi harus dipahami bukan
meleburkan menjadi satu Indonesia tetapi bersama-sama menjadi Indonesia dengan
menjaga keseimbangan dan keberadaan etnis-etnis yang ada. Untuk itu diperlukan
revitalisasi atau mengkonsepkan kembali makna integrasi, disinilah pentingnya
pendidikan untuk berperan dengan melibatkan tenaga pendidik yang dimiliki.
Komentar
Posting Komentar